Istilah-Istilah Perpajakan
Untuk lebih
memahami berbagai ketentuan mengenai administrasi perpajakan, berikut ini
hal-hal yang perlu Anda ketahui mengenai istilah-istilah perpajakan:
1.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan,
meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
3.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau
modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,
atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan
dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan
barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan,
memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa,
atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
5.
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya.
6.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah
nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib
Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi
dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang ini.
8.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun
kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun kalender.
9.
Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1
(satu) Tahun Pajak.
10.
Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar
pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
11.
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
12.
Surat Pemberitahuan Masa adalah
Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
13.
Surat Pemberitahuan Tahunan adalah
Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
14.
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau
penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
15.
Surat ketetapan pajak adalah
surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
16.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
17.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan.
18.
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan
jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena
jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya
tidak terutang.
20.
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan
tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
21.
Surat Paksa adalah surat perintah membayar
utang pajak dan biaya penagihan pajak.
22.
Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah
pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang
terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau
dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di
luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang
dikurangkan dari pajak yang terutang.
23.
Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah
dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
24.
Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan
oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk
memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
25.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan
menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan
secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
26.
Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau
bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk
adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di
bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.
27.
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah
pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya
dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
28.
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan
yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan
hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
29.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut.
30.
Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan
lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan
penghitungannya.
31.
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang
perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
32.
Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus
sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
33.
Surat Keputusan Pembetulan adalah
surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau
kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan
yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan
Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan
Pemberian Imbalan Bunga.
34.
Surat Keputusan Keberatan adalah
surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap
pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
35.
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan
pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib
Pajak.
36.
Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan
pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
37.
Putusan Peninjauan Kembali adalah
putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh
Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau
Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
38.
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah
surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
untuk Wajib Pajak tertentu.
39.
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah
surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada
Wajib Pajak.
40.
Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos
pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung
adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara
langsung.
41.
Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos
pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah
tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.
Istilah-Istilah Perpajakan - Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pembayaran Pajak
1.
Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai,
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
2.
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha Kena Pajak yang
mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
3.
Pengusaha Kena Pajak Kriteria Tertentu adalah
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
4.
Pengusaha Kena Pajak Yang Memenuhi Persyaratan
Tertentu adalah Wajib Pajak dengan persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17D Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
5.
Pengusaha Kena Pajak Tertentu adalah
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 3 atau angka 4.
6.
Kelebihan pembayaran pajak adalah:
a.
Kelebihan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dalam
suatu Masa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000; atau
b. Kelebihan
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak tertentu atas sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibayar atas perolehan
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang diekspor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, dalam hal
ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
7.
Permohonan pengembalian adalah
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang disampaikan oleh
Pengusaha Kena Pajak melalui: a. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai yang mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dengan cara mengisi kolom "Dikembalikan (restitusi)"; atau b.
Surat permohonan tersendiri, apabila kolom "Dikembalikan (restitusi)"
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi atau tidak
mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
8.
Surat Ketetapan Pajak adalah surat
ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
9.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena
jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya
tidak terutang.
10.
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan
kelebihan pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud pada
angka 5.
11.
Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan
lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan
penghitungannya.
12.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan
menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan
secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Istilah-Istilah Perpajakan - Pemeriksaan
1.
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang
selanjutnya disebut Undang-Undang KUP
adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
2.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan
menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan
secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
3.
Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan
di tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal
Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
4.
Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan
di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
5.
Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk
melaksanakan Pemeriksaan.
6.
Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak adalah
tanda pengenal yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang merupakan
bukti bahwa orang yang namanya tercantum pada kartu tanda pengenal tersebut
sebagai Pemeriksa Pajak.
7.
Surat Perintah Pemeriksaan adalah
surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
8.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak.
9.
Data yang dikelola secara elektronik
adalah data yang bentuknya elektronik, yang dihasilkan oleh komputer dan/atau
pengolah data elektronik lainnya dan disimpan dalam disket, compact disk, tape
backup, hard disk, atau media penyimpanan elektronik lainnya.
10.
Penyegelan adalah tindakan menempelkan kertas
segel dalam rangka Pemeriksaan pada tempat atau ruangan tertentu serta barang
bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan
sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku, catatan, dokumen termasuk data
yang dikelola secara elektronik dan benda-benda lain, yang dapat memberi
petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, atau sumber penghasilan
Wajib Pajak yang diperiksa.
11.
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (Closing
Conference) yang untuk selanjutnya disebut Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas
temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Akhir
Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi
baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui.
12.
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan adalah
surat yang berisi tentang hasil Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang
dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara jumlah pokok
pajak, dan pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir
Hasil Pemeriksaan.
13.
Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah tim
yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak dalam rangka membahas hasil
Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dalam
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan guna menghasilkan Pemeriksaan yang
berkualitas.
14.
Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan
secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur
Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan,
pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan
pelaksanaan Pemeriksaan.
15.
Penghasilan Kena Pajak Yang Tidak Dapat Dihitung adalah
Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian dalam rangka penghitungan
besarnya penghasilan kena pajak dengan prosedur sesuai dengan standar
pelaksanaan Pemeriksaan.
16.
Laporan Hasil Pemeriksaan adalah laporan
yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh
Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan
tujuan Pemeriksaan.
17.
Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan
terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak dari hasil
Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan masa/tahun pajak.
18.
Kuesioner Pemeriksaan adalah
formulir yang berisikan sejumlah pertanyaan dan penilaian oleh Wajib Pajak yang
terkait dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
19.
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya
dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
Istilah-Istilah Perpajakan - Harga Transfer (Transfer
Pricing)
1.
Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya
disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
2.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya
disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
3.
Kesepakatan Harga Transfer (Advance
Pricing Agreement) adalah perjanjian antara Direktorat Jenderal Pajak
dan Wajib Pajak dan/atau otoritas pajak negara lain untuk menyepakati
kriteria-kriteria dan/atau menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar dimuka para
pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
4.
Kriteria-kriteria sebagaimana dimaksud di atas,
termasuk diantaranya penentuan metode transfer pricing dan
faktor-faktor yang digunakan dalam analisis asumsi kritikal (critical
assumptions).
5.
Yang dimaksud dengan Harga Wajar atau Laba
Wajar adalah harga atau laba yang terjadi dalam transaksi yang dilakukan
antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi yang
sebanding, atau harga atau laba yang ditentukan sebagai harga atau laba yang
memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
6.
Hubungan Istimewa adalah hubungan antara Wajib Pajak
dengan pihak yang mempunyai hubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
(4) Undang-Undang PPh atau Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang PPN.
7.
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arms
Length Principle/ALP) merupakan prinsip yang mengatur bahwa apabila
kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan
antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi
pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara
pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada
dalam rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding.
8.
Penentu Harga Transfer (transfer
pricing) adalah penentuan harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa.
9.
Analisa Kesebandingan adalah
analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau Direktorat Jenderal Pajak atas
kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa untuk diperbandingkan dengan kondisi dalam
transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa, dan melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi dalam kedua jenis
transaksi dimaksud.
PPh Pasal 21
Pajak
Penghasilan Pasal 21 merupakan cara pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor 31/PJ/2012
tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Tarif Pemotongan
PPh Pasal 21
Tarif yang
dipakai adalah tarif Pasal 17 ayat (1) Undangundang Pajak Penghasilan, yaitu:
Tarif
Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon ditentukan
sebagai berikut:
*) Diterapkan
atas jumlah kumulatif Uang Pesangon yang dibayarkan sebagian atau seluruhnya
dalam jangka waktu paling lama 2 tahun kalender.
PPh Pasal 22
Pungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22
Besarnya
pungutan PPh Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
a. Atas impor:
1. Yang menggunakan
Angka Pengenal Impor (APl), sebesar 2,5% dari nilai impor, kecuali atas impor
kedelai, gandum dan tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai impor; (nilai impor
adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost
Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang
dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di
bidang impor.)
2. Yang tidak
menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% dari nilai impor; dan/atau
3. Yang tidak
dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
b. Atas
pembelian barang sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai.
c. Atas
penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:
1. Bahan Bakar
Minyak sebesar:
a) 0,25% dari
penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun
pengisian bahan bakar umum Pertamina;
b) 0,3% dari
penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun
pengisian bahan bakar umum bukan Pertamina;
c) 0,3% dari
penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada pihak
selain sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b).
2. Bahan Bakar
Gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
3. Pelumas
sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
d. Atas
penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha
yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri
baja, industri otomotif, dan industri farmasi:
1. penjualan
semua jenis semen sebesar 0,25%;
2. penjualan
kertas sebesar 0,1%;
3. penjualan
baja sebesar 0,3%;
4. penjualan
semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih sebesar 0,45%;
5. penjualan
semua jenis obat sebesar 0,3%, dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
e. Atas
penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek
(ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor sebesar
0,45% dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
f. Atas
pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha
industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan, sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
g. Atas
penjualan barang yang tergolong sangat mewah, yaitu:
1. pesawat udara
pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000,000.000,00 (dua puluh milyar rupiah);
2. kapal pesiar
dan sejenisnya dengan- harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah);
3. rumah beserta
tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500m2;
4. apartemen,
kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) dan/ atau luas bangunan lebih dari 400 m2;
5. kendaraan
bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep,
sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)
dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. sebesar 5% dari harga jual,
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPN dan PPnBM). Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap Wajib Pajak
yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% daripada tarif
yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib
Pajak
PPh Pasal 23
Tarif dan Objek
PPh Pasal 23
a. sebesar 15%
dari jumlah bruto atas:
1. Dividen;
2. Bunga;
3. Royalti;
4. Hadiah,
penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan
Pasal 21;
b. Sebesar 2%
dari jumlah bruto atas:
1. Sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2);
2. Imbalan
sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,
dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. Dalam
hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100%.
PPh Pasal 24
Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 24 adalah pajak yang terutang atau dibayarkan di luar
negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang
dapat dikreditkan terhadap penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan
Wajib Pajak dalam negeri.
Tujuannya
adalah untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
Pengkreditan pajak luar negeri tersebut dilakukan dalam Tahun Pajak digabungkan
antara penghasilan luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Hal yang paling
mendasar PPh Pasal 24 ini adalah adanya batas maksimum yang boleh
dikreditkan seperti yang tercantum dalam ayat 2 Pasal 24 UU PPH seperti
tersebut di atas.
Contoh kasus pph pasal 24:
PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam
tahun 2001 sebagai berikut :
1. di negara X,
memperoleh penghasilan (laba) Rp. 100.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar
40% (Rp. 40.000.000,00);
2. di negara Y,
memperoleh penghasilan (laba) Rp. 750.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar
10% (Rp. 75.000.000,00);
3. Penghasilan
usaha di dalam negeri Rp. 400.000.000,00.
Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai
berikut :
|
Tarif Pajak
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai
(PPN)
a.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh
persen).
b.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena
Pajak adalah 0% (nol persen).
c.
Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen)
dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).
2. Tarif Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPNBM)
a.
Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling
rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
b.
Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah
dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).
3. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB)
( Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985
jo. UU No.12 Tahun 1994 )
Tarif pajak yang dikenakan
atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh persen).
Dasar Penghitungan PBB
( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985
jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. PP No.25 Tahun 2002).
Yang menjadi dasar
penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) atau NJKP,
yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP ditetapkan
serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus
persen).
Besarnya persentase NJKP
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi
nasional.
Contoh :
Nilai jual
suatu objek pajak sebesar Rp 1.000.000,00 persentase Nilai Jual Objek Pajak
misalnya 20% maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak : 20% x Rp 1.000.000,00 =
Rp200.000,00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar